Sabtu, 12 November 2011

Materi Periklanan - Sejarah Periklanan

"SEJARAH PERIKLANAN"
Para arkeolog meyakini, advertising sudah ada sejak zaman dulu. Advertising dilakukan dalam berbagai bentuk “mempublikasikan” berbagai peristiwa (event) dan tawaran ( offers). Orang-orang Roma mengecat dinding untuk mengumumkan perkelahian gladiator, dan orang-orang Ponosea melukis gambar untuk mempromosikan perangkat keras mereka di batu-batu besar di sepanjang jalur parade. Di Pompei misalkan, banyak lukisan seorang tokoh politisi dan meminta dukungan suara dari masyarakat. Di Perancis, traditional advertising sudah marak tahun 550 Sebelum Masehi untuk mengiklankan kaum negro sebagai budak. Orang-orang Mesir Kuno menggunakan daun/kertas papyrus untuk mempromosikan produk atau jasa. Bahkan orang suku Indian, 4000 tahun Sebelum Masehi sudah biasa menggunakan media batu untuk “memperkenalkan”  atau mensosialisasikan kegiatan mereka.

Sebagai bentuk printed advertising, periklanan berkembang di awal abad 15-16. Secara nyata iklan cetak mulai menunjukkan kemajuan di awal abad 17 di Inggris untuk mempromosikan buku dan koran yang mulai berkembang. Dan ketika aktivitas perekonomian mulai meningkat diberbagai penjuru dunia, di tahun 18 an, di Amerika Serikat, periklanan mulai mendapat perhatian besar. Bahkan tahun 1841, didirikan Agensi Periklanan pertama oleh Volney Palmer di Boston. Pada waktu itu, agensi periklanannya masih sebatas perantara pemasar dengan pihak surat kabar sebagai penerbit iklan. Dalam periode yang sama, di Perancis Charles Louis Havas mendirikan agensi serupa  yang diberi nama Havas. Agensi Periklanan Havas ini merupakan agensi periklanan pertama di Perancis.

Di awal abad 19, dunia mengalami kemajuan cukup pesat di sector ekonomi, dan salah satu imbasnya adalah kian berkembangnya advertising. Tahun  1875 di Philadelpia, dibuat agensi periklanan yang lebih multi fungsi. Dalam periode ini pula wanita mulai mengambil porsi. Baik sabagai tenaga periklanan, maupun sebagai image produk iklan. Penggunaan “wanita” sebagai daya tarik, pertama kali dipakai dalam iklan sabun mandi.
Saat radio siaran mulai mengudara di tahun 1920-an, periklanan di radio pun mulai marak walaupun secara teknis dan daya tarik, tidak seperti yang kita nikmati saat ini. Sponsorsif saat itu lebih banyak dikuasai satu orang/pihak. Misalnya, sponsorsif suatu radio, dikuasai satu bisnisman. Dengan kata lain, space iklan digunakan sendiri. Tapi seiring dengan tingginya persaingan, kondisi ini berangsur-angsur berubah.
Periklanan masuk dunia televisi di awal tahun 1940an. Iklannya bisa berupa commercial atau public advertising. Advertising modern sendiri yang mulai berkembang tahun 1960an, jauh berbeda dengan advertising masa lampau. Dilihat dari tujuan, penyajian sampai ke anggaran yang dibelanjakan buat iklan. Tahun 2007 misalnya, TNS Media Intelligence". Dalam  http://www.tns-mi.com/news/01082007.htm mengatakan biaya permasangan iklan di Amerika Serikat mencapai sekitar $150 miliar. Sementara menurut Global Entertainment and Media Outlook belanja iklan di seluruh dunia pada tahun yang sama mencapai lebih dari $385 miliar. Sebuah angka yang luar biasa besar. Sementara accounting firm Pricewaterhouse Coopers menyebutkan, tahun 2010, belanja iklan seluruh dunia akan mencapai lebih dari setengah triliun dolar Amerika Serikat.
Pemasangan iklan saat ini, banyak dilakukan berbagai macam organisasi nirlaba, profesi , pemerintahan dan badan social. Bahkan pembelanja iklan terbesar ke 25 adalah pemerintah Amerika Serikat.

Periklanan Di IndonesiaPeriklanan di Indonesia, berkembang sejak masa pemerintahan Hindia Belanda. Jan Pieterzoon Coen, Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tahun 1619-1629, diakui sebagai tokoh periklanan pertama di Indonesia. Andil Coen dalam perkembangan iklan dan periklanan Indonesia memang tidak bisa dipungkiri, Coen  bukan hanya bertindak sebagai pemrakarsa iklan pertama di Indonesia, tetapi juga sebagai pengiklan dan pemrakarsa perusahaan periklanan Indonesia .
Iklan  pertama yang diprakarsai Jan Pieterzoon Coen berupa pengumuman-pengumuman pemerintah Hindia Belanda berkaitan dengan perpindahan pejabat terasnya di beberapa wilayah. Jan Pieterzoon Coen membuktikan, untuk produk-produk baru, antara berita dan iklan tidak ada bedanya. Atau, bahwa berita pun dapat disampaikan dengan metode dan teknik periklanan. Kenyataan itu membuktikan pula, bahwa iklan dan penerbitan pers di Indonesia, sebenarnya lahir tepat bersamaan waktunya, dan keduanya saling membutuhkan atau memiliki saling ketergantungan.

Dominasi Eropa Dalam Periklanan IndonesiaDi masa Hindia Belanda ,orang Eropa adalah  orang pertama yang memiliki suratkabar dan memiliki akses kuat di sektor media termasuk dunia periklanan, Sehingga tidak heran jika perkembangan periklanan di Indonesia, khususnya di era Hindia Belanda, memang belum ada pemisahan yang jelas antara fungsi-fungsi penerbit, percetakan dan perusahaan periklanan. Sejarah mencatat, antara tahun 1868-1912, di Batavia saja, orang-orang Eropa  telah memiliki 14 penerbitan pers.
Di luar Batavia, tercatat 6 suratkabar yang terbit di Surabaya dan satu di Jawa Tengah. Ini pun semuanya dimiliki dan dikelola oleh orang-orang Eropa, walaupun memang pada perusahaan penerbitan/percetakan itu, banyak juga orang pribumi Indonesia atau orang-orang keturunan Tionghoa bekerja sebagai karyawan lepas atau tetap. Umumnya orang pribumi dan Tionghoa, bekerja hanya sebagai copywriter (penulis naskah) atau tenaga keredaksian  Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa setelah  dominasi orang-orang Eropa, orang-orang Cina atau keturunan Cina menjadi kelompok yang paling dominan menguasai periklanan. Sedangkan kelompok pribumi umumnya tidak memiliki sendiri percetakan atau penerbitan pers, ataupun hanya mengelola perusahaan-perusahaan periklanan yang relatif kecil.

Tiga Serangkai dan Tokoh Periklanan Indonesia.Dalam perkembangan dunia periklanan Indonesia, dikenal tiga serangkai tokoh periklanan. ”Tiga Serangkai” ini merupakan praktisi periklanan sebagai tenaga spesialis yang khusus didatangkan dari Belanda.  Kelompok ”Tiga Serangkai” terdiri dari F. Van Bemmel, Is. Van Mens dan Cor van Deutekom. Mereka didatangkan atas biaya BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij) dan General Motors yang perlu mempromosikan produk-produk mereka.
F. Van Bemmel, Is. Van Mens dan Cor van Deutekom. bergabung dalam Aneta, perusahaan periklanan terbesar saat itu. Pada tahun 1901, Bemmel, diminta oleh redaktur suratkabar De Locomotief untuk mengelola perusahaan periklanan milik suratkabar tersebut, yang juga bernama De Locomotief. Suratkabar De Locomotief sendiri terbit sejak tahin 1870 di Semarang. Tahun 1902, hanya satu tahun sejak kedatangannya ke Batavia, Bemmel mendirikan perusahaan periklanan sendiri, NV Overzeesche Handelsvereeniging. Perusahaan periklanan ini utamanya menangani produk-produk impor, seperti mobil dan sepeda.
Tokoh kebangsaan  Belanda lain yang juga banyak disebut dalam sejarah periklanan adalah CA Kruseman, seorang ahli marketing ulusan sekolah dagang Osnabruck, Rotterdam. Kruseman merupakan  pengelola perusahaan periklanan HM van Dorp yang sekaligus juga pemilik percetakan suratkabar Java-Bode. Sebagai seorang ahli pemasaran, tentu saja tidak sulit bagi Kruseman untuk memajukan perusahaan periklanan van Dorp. Produk-produk yang ditanganinya antara lain adalah jasa transportasi, perhotelan, arloji serta olahraga pacuan kuda.
Selesai bertugas di Hindia Belanda, Kruseman sempat kembali ke Rotterdam tahun 1906. Tetapi kemudian dia diangkat kembali untuk memimpin van Dorp di Hindia Belanda, hingga saat meninggalnya tahun 1909 di Batavia.

Era Periklanan Etnis KeturunanMenjelang akhir abad ke-19 perusahaan-perusahaan periklanan yang dimiliki dan dikelola oleh Cina keturunan mulai bermunculan. Resesi ekonomi yang melanda dunia tahun 1890 rupanya berdampak sangat buruk bagi dunia usaha. Banyak  percetakan pers milik orang-orang Belanda yang bangkrut dan gulung tikar.  Peluang inilah yang ternyata mampu dimanfaatkan oleh kelompok Cina keturunan di Indonesia pada masa itu.
Warga Cina keturunan  yang cukup berperan dalam perkembangan iklan di era Hindia Belanda di antaranya adalah Yap Goan Ho.  Sebelumnya Yap Goan Ho seorang copywriter di perusahaan periklanan De Locomotief. Selang berapa lama, dia mendirikan perusahaan periklanan dengan nama seperti namanya,  Yap Goan Ho. Perusahaan iklan ini, pada  mulanya dikontrak suratkabar berbahasa Melayu, Sinar Terang  yang terbit pada kurun waktu 1888-1891. Perusahaan periklanan ini hanya bertahan tiga tahun, akibat bangkrutnya suratkabar Sinar Terang.
Yap Goan ho kebanyakan menangani iklan produk buku, khususnya buku-buku yang  diterbitkan untuk masyarakat Cina keturunan. Ketika  Sinar Terang tutup, Yap Goan Ho kembali berusaha mengembangkan sendiri perusahaan periklanannya.

Tokoh Periklanan PribumiEksistensi orang pribumi dalam periklanan di era Hindia Belanda baru pada tahun 1906 dengan munculnya NV Medan Prijaji  yang dipimpin RM Tirto Adisoerjo . Surat kabar ini utamanya beredar di Batavia, Bogor dan Bandung. NV Medan Prijaji  punya misi politik, karena banyak memuat berita-berita tentang kebobrokan sistem kolonial. Dia sekaligus memberi juga perlindungan hukum bagi kaum pribumi. Namun untuk menjaga kelangsungan hidupnya, ia memerlukan juga perusahaan periklanan. Untuk bisnis periklanan yang dikelolanya, Tirto Adisoerjo dibantu Raden Goenawan. Raden Goenawan
Tokoh periklanan pribumi yang juga memberikan kontribusi besar dalam perkambangan periklanan Indonesia di era Hindia Belanda adalah  Tjokroamidjojo, pemimpin  NV Handel Maatschppij dan Drukkerij “Serikat Dagang Islam”, Semarang. Tjokroamidjoyo adalah  penerbit  suratkabar Sinar Djawa, suratkabar pribumi yang dapat bertahan agak lama yakni di tahun 1914-1924.
Karir Tjokroamidjojo dimulai dengan bekerja sebagai pembantu redaksi di suratkabar De locomotief pada tahun 1906. Kemudian menjadi penulis naskah iklan di suratkabar Pemberita Betawi. Pada tahun 1908 Tjokroamidjojo mendirikan perusahaan batik di Pekalongan. Dari hasil perusahaan batik ini, dia membeli perusahaan penerbitan dan percetakan di Semarang.
Perusahaan periklanan Sinar Djawa milik Tjokroamidjojo  tercatat sebagai satu-satunya perusahaan periklanan di Hindia Belanda yang mempunyai perwakilan  untuk benua Eropa dan Amerika, yang  berkedudukan di Societie Europeenne de Publicitie, 10 Rue de la Victoire, Paris. Fungsi perwakilan ini untuk menangani komoditas impor dari Eropa dan Amerika sekaligus untuk mengiklankan tour keliling Jawa dengan kereta api, ataupun hotel-hotel Eropa di Hindia Belanda.
Tokoh lain di bidang periklanan adalah M.Sastrositojo , pemilik dan pengelola perusahaan periklanan NV Medan Moeslimin. Perusahaan periklanan ini mengkhususkan diri pada iklan-iklan produk buku, terutama buku-buku yang dicetak oleh Albert Rusche & Co.. Kekhasan perusahaan periklanan NV Medan Moeslimin adalah buku-buku yang diiklankannya pun khusus beraksara Jawa, hal ini sesuai dengan kebijaksanaan rusat kabar Medan Moeslimin yang memang menggunakan bahasa Jawa.

Era Iklan AsosiasiSalah satu tokoh periklanan Indonesia yang juga patut diperhitungkan adalah Abdoel Moeis, yang  memimpin perusahaan periklanan NV Neratja. Perusahaan yang  merupakan organ dari Suikersindicaat (asosiasi pabrik gula) . Abdoel Moeis memulai karir di dunia cetak-mencetak sejak tahun 1915 pada suratkabar Oetoesan Hindia, sebagai tenaga pembantu redaksi. Ia adalah lulusan HBS (Hollandsche Burger School) dan menjadi pimpinan Neratja sejak tahun 1917.
Sementara itu, pasca depresi Hindia Belanda, dunia periklanan Indonesia mencatata Liem Kha Tong. Untuk menggugah bangkitnya kembali minat masyarakat untuk beriklan, perusahaannya sendiri kemudian memasang iklan. Di antara sekian banyak naslah iklannya yang sangat terkenal dan fenomenal adalah yang berbunyi:
Toekang iklan bikin reclame
Toekang sajoer bikin reclame
Post kantoor perloe reclame
Kantoor telefon perloe reclame
Bank-bank perloe djoega reclame
Apa toean sadja tidak perloe?
Sementara itu di Kota Bandung, tokoh periklanan yang ternama adalah Joedoprajitno , pemilik dan pengelola perusahaan periklanan Jupiter . Karirnya dimulai  ketika ia berusia 15 tahun di Mathew Rose, perusahaan batik dai Pekalongan. Dia mengambil alih perusahaan batik ini yang ditutup pada tahun 1930 karena bangkrut, dan dua  tahun kemudian ia mendirikan Jupiter. Salah satu iklan  bisnis Joedoprajitno adalah  yang dimuat di harian Sipatahoenan edisi 3 Juni 1936, yaitu:
Sikap sombong diboewang djaoe-djaoe;
Haroes poenjaken Kesabaran dalem segala hal;

Tokoh periklanan yang juga menonjol adalah S. Soemodihardjo pemimpin  perusahaan periklanan Economie Blad. Karirnya dimulai tahun 1921, sebagai pimpinan bidang Pemasaran pada perusahaan batik ayahnya di Solo. Delapan tahun kemudian S. Soemodihardjo pindah ke Batavia menjadi penulis naskah iklan pada suratkabar Keng Po.
Konsep dan pengalaman S. Soemodihardjo tentang periklanan dan pemasaran dianggap melawan  arus, karena banyak menentang kecenderungan yang terjadi di antara para praktisi pemasaran dan periklanan. Dalam hal periklanan, ia sering berbicara tentang periklanan  sebagai suatu ilmu pengetahuan yang baru  untuk mencapai ekonomisasi yang tinggi. Sementara dalam hal  pemasaran, S. Soemodihardjo mengingatkan para pemasar (marketer), bahwa menurunkan harga tidak selalu merupakan tindakan yang benar dalam pemasaran. Menurut S. Soemodihardjo penurunan harga dapat menimbulkan persepsi di antara calon konsumen akan turunnya pula mutu produk, dan sangat membahayakan tujuan pemasaran dalam jangka panjang.
Di Era Revolusi, tokoh periklanan yang berprestasi adalah  Hendromartono,  pemilik dan pengelola perusahaan periklanan Mardi Hoetomo di Semarang. Ia seorang  praktisi perintis  terciptanya iklan-iklan yang memberi nilai tambah pada produknya. Hendromartono banyak belajar dari periklanan di luar negeri dan termasuk pakar periklanan yang aktif menulis di media cetak. Dia memulai karirnya tahun 1928, dan dua tahun kemudian menjadi staf ahli di perusahaan periklanan De Locomotief. Dia mendirikan perusahaan periklanan Mardi Hoetomo tahun 1933. Hendromartono menjadi praktisi periklanan yang juga aktif dalam perjuangan kemerdekaan. Dia yang menciptakan slogan “Boeng, Ayo Boeng’ pada tahun 1942.

Periklanan Modern Indonesia    Periklanan Modern Indonesia dimulai awal tahun 1960 an. Salah seorang tokohnya adalah Nuradi, kelahiran Jakarta, 10 Mei 1926.    Seperti juga banyak pelaku periklanan modern, Nuradi pun tidak memperoleh pendidikan formal di bidang periklanan. Namun karyanya patut  diacungi Jempol. Nuradi dengan karya-karyanya mampu memberikan warna dan perkembangan sendiri dalam dunia iklan Indonesia.pada tahun 1963  ke Jakarta (1963) mendirikan perusahaan periklanannya sendiri, InterVista Advertising Ltd.. InterVisa tercatat sebagai perintis masuknya iklan-iklan komersial di TVRI. Tahun 1963, tiga iklan pertama (yang masih berbentuk telop) di media ini, adalah untuk klien-klien berikut:
     Hotel Tjipajung, yang kebetulan milik ayahnya sendiri.
     PT Masayu, produsen alat-alat berat dan truk.
     PT Arschoob Ramasita, yang dimiliki oleh Judith Roworuntu, sekaligus menjadi pembuat gambar untuk iklan-iklan InterVista.
Tahun 1964, muncul iklan skuter Lambretta, dalam   bentuk slide, yang juga merupakan rintisan saat itu. Iklan Lambretta pun merupakan iklan pertama yang diproduksi untuk dapat ditampilkan di bioskop-bioskop. Ini merupakan prestasi tersendiri pula bagi InterVista. Beberapa  slogan yang diciptakan InterVista, seperti:
     Produk susu kental manis; Indomilk …. sedaaap.
     Produk bir; Bir Anker. Ini Bir Baru, Ini Baru Bir.
     Produk rokok putih; Makin mesra dengan Mascot.
     Produk skuter; Lebih baik naik Vespa.
Periode tahun 1963-1967 InterVista juga tercatat sebagai perusahaan periklanan pertama yang melakukan adaptasi terhadap film iklan yang berbahasa Inggris, meskipun proses produksi akhirnya masih dikerjakan di Singapura. Bahkan pada periode ini, InterVista sudah memiliki sendiri sutradara untuk membuat film-film iklan para kliennya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar